Memahami Cara Mendidik Anak di Era Digital Agar Tidak Salah Asuh |
DISKUSIKEHIDUPAN.com
- Masa demi masa terus bergulir, perkembangan zaman yang sangat cepat
seringkali membuat kita sempoyongan mengikutinya. Tak heran, banyak yang
menjadi korban perkembangan zaman, dan hidupnya seakan habis yang untuk
mengikut trend.
Kita telah memasuki era digital, dimana nyaris seluruh aktivitas kehidupan ini tidak dapat dilepaskan dari peran teknologi, bahkan dari yang semula masih teknologi analog, telah beralih ke teknologi digital. Setiap era senantiasa memiliki tantangan yang harus dijawab, tak terkecuali pada era digital ini, tantangan telah berubah, maka paradigma dan aksi untuk menjawab tantangan itu pun niscaya disesuaikan, terutama dalam pendidikan anak-anak.
BACA JUGA : Tujuh Langkah Menjadi Orangtua Shalih Ala Abah Ihsan
Pada Era digital ini, kita telah dibawa pada suasana baru yang sangat berbeda dengan era sebelumnya. Perubahan dan pengaruh era digital dirasakan nyaris pada semua bidang kehidupan, baik yang memberi dampak positif maupun negatif.
Laporan survei yang dirilis oleh UNICEF bersama Kementerian Komunikasi dan Informatika, dan Harvard University, menyebutkan bahwa 98% anak dan remaja mengaku tahu tentang internet, dan 79,5% anak dan remaja adalah pengguna internet. Hanya ada sekitar 20% responden yang tidak menggunakan internet, itupun dengan alasan utama karena mereka tidak memiliki perangkat untuk mengakses internet, atau mereka dilarang orang tua untuk mengakses internet.
Menghadapi tantangan era digital ini, tentu tidak bijak jika kita terus menutup diri dari teknologi, pun demikian tidak bijak untuk membuka akses tanpa batas terhadap teknologi. Yang diperlukan adalah tindakan yang positif, preventif, dan konstruktif dalam mendidik, mengasuh, mendampingi, mengarahkan dan membina anak-anak kita, baik di rumah, di sekolah, maupun pada lingkungan sekitarnya. Anak-anak harus tetap menjadi asuhan dan didikan orang tua serta guru, bukan asuhan internet dan gadget.
BACA JUGA : Mendidik Anak Berteman Dengan Buku
Pedoman Mendidik Anak di Era Digital
Sejatinya para orang tua tidak perlu galau mengikuti akselerasi perkembangan
teknologi. Waktu kita akan habis hanya untuk update teknologi terkini, karena
nyaris setiap hari, bahkan setiap jam dan menit perkembangan itu terjadi. Hal
ini tentu dikecualikan jika kita memang pekerjaan atau profesi kita di bidang
teknologi.
Lalu, apa yang harus dilakukan oleh orang tua dalam mendidik anak di era
digital seperti sekarang ini, berikut 9 pedoman mendidikan anak di era digital
yang penulis sarikan dari berbagai sumber.
Satu, Membangun Komitmen Tanggung Jawab Untuk Mendidik Anak
Orang tua niscaya mengambil tanggung jawab sepenuhnya dalam mendidik anak,
karena inilah hakikat tugas utama orang tua. Para pihak lainnya seperti
sekolah, madrasah, bimbel, kursus, pesantren, dan lainnya hanya bertugas
“membantu” orang tua dalam mendidik anak-anak.
Dengan segala keterbatasnnya, orang tua tidak mampu untuk mengajarkan segala
hal kepada anak-anak, maka mereka memerlukan mitra untuk mendidik anak berupa
guru, ustaz, sekolah, madrasah atau lembaga-lembaga pendidikan lainnya. Namun
demikian, tanggung jawab utama pendidikan anak tetap ada di tangan orang tua.
BACA JUGA : Lima Bahasa Cinta Anak, Orangtua Wajib Memahami
Dua, Menciptakan Kekompakan Dalam Pengasuhan Anak
Kewajiban mendidikan anak bukan hanya terletak pada ibu, atau hanya ayah saja,
tetapi ada di keduanya. Kekompakan yang positif dalam mendidik anak antara ibu
dan ayah harus diciptakan. Keduanya harus memiliki persepsi dan paradigma yang
sama dalam mendidik anak.
Kondisi di atas tentu dikecualikan bagi keluarga dengan kondisi single parent
yang memang harus mengasuh dan mendidik anak secara sendirian.
Bagi anak, mendapatkan pengasuhan dari kedua orang tua secara utuh akan
berpengaruh secara sangat positif terhadap perkembangan kejiwaannya saat
dewasa nanti.
Orang tua perlu menciptakan keseimbangan antara aktivitas di dalam dan di luar
rumah. Kedua orang tua juga perlu mengatur waktu, pandai mengelola kegiatan
dan perhatian, sehingga semua tugas dan kewajiban baik di dalam rumah maupun
di luar rumah bisa terlaksana secara maksimal.
Tiga, Membangun Komunikasi Yang Baik Dengan Anak
Orang tua harus menjalin komunikasi yang baik dengan anak. Dalam menjalin
komunikasi, orang tua harus kuat, pintar, hangat, dan bersahabat dengan anak.
Orang tua yang kuat artinya memiliki spiritualitas yang tinggi, memiliki visi,
cita-cita dan berusaha mewujudkannya dalam keluarga.
Orang tua pintar artinya terus belajar dan menambah ilmu pengetahuan yang
diperlukan untuk mendidik anak-anak. Orang tua hangat artinya selalu berlaku
lembut, penyayang, penuh cinta kasih terhadap anak, Orang tua bersahabat
artinya selalu berkomunikasi, mendengarkan curhat anak, mengerti keinginan
anak, dan bisa mengarahkan dengan cara yang menyenangkan anak.
BACA JUGA : Nirteladan Para Artis Pecandu Narkoba
Empat, Menjadi Teladan Yang Baik
Anak-anak adalah peniru yang baik, mereka belajar dari apa yang mereka lihat
dan rasakan. Karena itu, orang tua niscaya menjadi teladan yang baik bagi
mereka. Ajarkan nilai-nilai kebajikan kepada anak sejak dini dengan memberikan
teladan, tidak hanya sekedar arahan atau perintah.
Nilai-nilai kebaikan akan mudah tertanam di hati dan jiwa anak jika mereka
memeroleh teladan yang baik dari orang tua, dan akan menjadi pedoman bagi sang
anak untuk menjalani kehidupan hingga akhir hayatnya. Jika anak memiliki
pondasi nilai yang benar dan kuat, akan menjadi modal terbesar dalam
menghadapi seluruh bentuk tantangan pada berbagai keadaan dan beragam zaman.
Lima, Membimbing dan Mengawasi
Anak-anak membutuhkan bimbingan tentang berbagai macam hal dalam kehidupannya.
Misalnya tentang teknologi, anak harus mendapatkan edukasi tentang penggunaan
internet dan gadget secara positif. Ada bimbingan tentang cara pemanfaatan
internet, dan rambu-rambu penggunaannya sehingga anak sejak awal sudah
mengerti batasan.
BACA JUGA : Menyiapkan Karier Anak Sejak Dini Ala Bukik Setiawan
Selain bimbingan untuk memberikan pengajaran, juga diperlukan pengawasan.
Orang tua harus tetap mengawasi anak dalam penggunaan teknologi, jangan sampai
kecanduan atau menggunakan untuk hal-hal yang negatif. Orang tua juga perlu
mengawasi lingkungan dan teman bergaul anaknya, baik yang secara offline
maupun online.
Enam, Menentukan Screen Time dan Family Time
Seperti yang penulis sampaikan di awal tulisan ini, bahwa tidak bijak jika
kita terus menutup diri dari teknologi, pun demikian tidak bijak untuk membuka
akses tanpa batas terhadap teknologi. Yang diperlukan adalah tindakan yang
positif, preventif, dan konstruktif dalam mendidik, mengasuh, mendampingi,
mengarahkan dan membina anak-anak kita, terutama saat di rumah.
BACA JUGA : Menciptakan Suasana Keluarga Yang Inspiratif
Seluruh anggota keluarga bersepakat menyusun "family time" bersama-sama, di
mana pada waktu tersebut seluruh perangkat harus diletakkan dan dijauhkan dari
keluarga. Mereka berinteraksi dan berkomunikasi, atau berkegiatan secara
bersama-sama, tanpa gangguan teknologi. Inilah hakikat "screen time", yaitu
pembatasan pemakaian secara ketat sehingga keluarga tidak “terjajah” oleh
teknologi.
Sangat sering dijumpai, satu keluarga yang berkumpul di rumah atau bepergian
bersama-sama dalam rombongan, namun tidak ada interaksi di antara mereka.
Semua asyik dengan gadget, semua asyik dengan dunia masing-masing, tanpa
peduli lingkungan sekitar. Kondisi ini, walaupun satu keluarga sedang berada
di tempat yang sama, tidak bisa disebut sebagai "family time". Itulah "screen
time" yang harus dibatasi, dan dibuat kesepakatan bersama dalam keluarga.
Kehangatan kasih sayang dalm keluarga tidak boleh tergantikan oleh kehangatan
interaksi dengan teknologi.
BACA JUGA : Belajar di Rumah, WFH, dan Momentum Kebersamaan
Tujuh, Menjalin Kemitraan Yang Baik Dengan Pihak Sekolah
Orang tua tidak bisa sendirian dalam mendidik anak, maka harus ada kerjasama
dengan pihak sekolah dan lingkungan sekitar dalam mewujudkan generasi bangsa
yang berkualitas.
Orang tua dan guru di sekolah harus saling mendukung upaya mewujudkan "good digital citizens", sebab pihak sekolah kerap memiliki pelajaran dan tugas terhadap siswa yang
menggunakan perangkat gadget serta koneksi internet.
Kadang dengan alasan mengerjakan tugas sekolah, anak minta dibelikan fasiltas
gadget canggih, padahal tuntutan pihak sekolah tidak sampai ke tingkat itu.
Hal-hal seperti inilah yang harus terus menerus dikomunikasikan dan disepakati
antara orang tua dengan pihak sekolah.
Nilai-nilai yang ditanamkan di rumah dengan di sekolah, hendaknya saling
sinergi dan tidak berbenturan. Pada dasarnya, semua menghendaki lahirnya
anak-anak yang salih salihah, takwa, cerdas, trampil, sehat, kuat, kreatif,
inovatif, dan berbagai karakter positif lainnya.
BACA JUGA : Tantangan Orangtua di Zaman Kreatif, Catatan Bukik Setiawan
Delapan, Menciptakan Lingkungan Pembelajar
Lingkungan masyarakat juga harus mendapatkan edukasi dan diajak membuat
kesepakatan positif untuk menciptakan suasana kondusif dalam pembelajaran
anak. Jika suasana di rumah, sekolah dan lingkungan sekitar sudah kondusif,
akan memudahkan untuk mengarahkan anak-anak menuju kebaikan karakter mereka.
Kita ingat kejadian lama, saat masyarakat tengah dihadapkan pada realitas
anak-anak yang kecanduan dengan televisi. Muncullah formula jam belajar
masyarakat, dimana masyarakat diminta mematikan televisi pada jam 18.00 --
20.00 karena itu merupakan jam mengaji dan belajar bagi anak.
Formula itu menjadi sangat menarik, bukan soal angka jam yang dipersoalkan,
akan tetapi pada keterlibatan masyarakat dalam menciptakan situasi dan kondisi
pembelajaran bagi anak-anak. Inilah yang dimaksudkan sebagai lingkungan
pembelajaran, karena anak-anak Indonesia tumbuh berkembang di tengah kehidupan
masyarakat.
Jika di rumah TV dimatikan, seorang anak bisa keluar untuk menonton TV di
rumah tetangga. Jika tetangga terdekat TV-nya juga dimatikan, ia bisa numpang
nonton di rumah tetangga sebelahnya lagi. Maka begitu masyarakat semuanya
kompak mematikan TV, anak-anak tidak lagi memiliki alternatif.
BACA JUGA : Teknik Bercerita Yang Mengesankan
Sembilan, Menjaga Kerukunan Dalam Keluarga
Dari berbagai pedoman di atas, yang lebih utama dan paling utama adalah
suasana di dalam keluarga itu sendiri. Sebab, segala sesuatu dimulai dari
keluarga. Maka apabila keluarga terjaga kebaikannya, akan berpeluang untuk
melahirkan anak-anak yang baik, anak-anak yang salih dan salihah.
Orang tua yang kompak dalam kebaikan, mampu membangun cinta dan kasih sayang,
mampu memberikan suasana yang nyaman dalam keluarga, akan berdampak positif
bagi anak hingga mereka dewasa kelak. Sebaliknya, orang tua yang sering
bertengkar, sering konflik, akan memberikan dampak negatif bagi anak-anak.
BACA JUGA : Melatih Kemandirian Anak di Usia Baligh
Baik masih bayi maupun anak yang sudah dewasa bahkan sudah berkeluarga,
pertengkaran orang tua memiliki dampak negatif bagi mereka. Maka hendaklah
menjadi orang tua yang kompak dalam kebaikan, kompak dalam cinta dan kasih
sayang, sehingga anak-anak akan tumbuh dalam suasana yang positif dan
konstruktif.