DISKUSIKEHIDUPAN.com - Hai Sahabat, pada postingan kali ini, admin akan menyajikan satu tulisan karya almarhum Pri GS yang sangat menggugah. Tulisan itu termasuk salah satu kolom terbaik dalam buku "Hidup Bukan Hanya Urusan Perut; Kolom-Kolom Edan Prie GS," yang terbitkan pertama kali tahun 2007 itu. Dengan niat tabarruk kepada Pak Prie GS agar karya-nya tetap lestari, maka admin memberanikan diri untuk memposting kolomnya, semoga postingan diizinkan oleh para pewaris pak Prie GS.
BACA JUGA : Kisah Inspirasi dari Orangtua dengan Anak Autistik
Kolom yang akan saya kutip berjudul
"Keinginan Selalu di Sana dan Hidup Selalu Disini." Kolom singkat ini berkisah
tentang motivasi dan keputusasaan sekaligus, serta kontemplasi tentang nikmat
duniawi yang menggurita. Berikut adalah kolom tersebut:
Keinginan Selalu di Sana dan Hidup Selalu di Sini
Keluhan seorang teman ini menarik dijadikan bahan diskusi. Kita mulai saja
dari urusan hidupnya. Ia mengaku hidup di dalam beberapa "ronde kemiskinan."
Saat ia masih duduk di bangku SD, sepeda masih menjadi barang mewah dan
memiliki sepeda adalah impian terindahnya. Hanya para idola saja yang
sanggup ke sekolah bersepeda.
Ia bekerja keras untuk mewujudkan
impiannya. Tapi, ketika mimpi itu terwujud, musim sepeda telah selesai.
Barang itu telah menjadi benda generik. Tak perlu menjadi kaya cuma untuk
memiliki sepeda. Artinya, ketika ia telah sanggup memiliki sepeda, gelarnya
tetap orang miskin. Dan, ia batal bahagia karenanya. Musim telah berganti.
Sepeda motor adalah gengsi pergaulan terbaru.
Butuh usaha yang
lebih luar biasa untuk membangun mimpi baru itu: memiliki sepeda motor. Ia
butuh merampungkan semua jalur sekolahnya. Setelah lulus pun ia butuh
bekerja. Bekerja pun bukan jenis yang besar bayarannya. Ia butuh menabung
sekian lama. Artinya mimpi itu harus ia wujudkan demikian lama. Sementara ia
membangun mimpi, kehidupan terus berjalan begitu cepatnya. Ketika uangnya
mulai kumpul setengah, musim sepeda motor telah begitu maraknya. Ketika
uangnya benar-benar terkumpul, musim kredit massal tiba. Dan, ketika ia
benar-benar memiliki sepeda motor, barang itu tak lagi menjadi simbol gengsi
lagi.
BACA JUGA : Terima Kasih Papa T Bob, Nadamu Menemani Kami Tumbuh
Gengsi seseorang kini telah diukur dengan mobil yang
dipakainya. Dan, sebaru apapun sepeda motor yang ia punya, kendaraan itu
tetap saja disebut sebagai si “roda dua”. Masih kepanasan jika panas,
kehujanan jika hujan. Kejengkelan kembali merenggutnya karena baginya hidup
seperti terlalu cepat dan keberhasilannya melulu telat.
Baiklah
...... Ia harus memburu baru itu: bermobil. Ia menabung dengan gegap
gempita. Begitu diburu keinginannya punya mobil tapi begitu lambat laju
tabungannya. Perasaan terburu-burunya itu cuma membuat ia sanggup membeli
mobil tua. Sejenak memang tidak kehujanan jika hujan, tidak kepanasan jika
panas. Ia berhagia karenanya. Tapi, yang tak pernah ia duga ialah, bahwa si
mobil ini jauh lebih banyak berada di bengkel daripada di garasi karena
umurnya.
Namun, yang paling menyakitkan ialah gurauan
teman-temannya tentang mobil ini. Cuma bergurau memang tapi lukanya sampai
ke hati: apakah mobil setua ini jika direm mau berhenti. Jangan-jangan mobil
semacam ini sudah tak perlu rem lagi tapi cukup ditabrakkan ke tembok saja
jika butuh berhenti. Sungguh, ledekan ini segera melemparkannya jauh. Begitu
ia bermobil, malah begitu tegas wajah kemiskinannya. Maka, ia berjanji akan
bekerja sangat keras untuk menebus semua itu. Dan, ia memang menebusnya.
Mobilnya
memang telah berganti dan keuangannya mulai tertata. Tegasnya, ia mulai
merasakan keadaan orang berduit, meskipun belum masuk dalam daftar orang
kaya. Tapi, jika cuma untuk membalas sakit hati atas kemiskinannya, untuk
bermobil dengan merek yang ia inginkan, pergu sejauh yang ia suka, dan makan
seenak yang ia mau, ia mampu. Namun, di saat inilah datang penyakit yang tak
ia duga: lehernya sering kaku dan mengejak, kepala pusing separuh dan
tubuhnya sering lemas tanpa sebab.
Terpaksalah ia datang ke
dokter lalu muncullah vonis celaka itu: ia punya potensi penyakit gula dan
darah tinggi yang serius. Lemak, asin, gurih, dan manis adalah makanan yang
harus ia singkirkan, dan semua makanan itu adalah jenis yang ia suka.
Ya,
keinginan itu selalu ada di sana, dan kenyataan hidup itu selalu ada di
sini. Hidup selalu seperti apa yang sering dikatakan pakar pemasaran Jack
Trout: seperti memilih channel televisi. Begitu channel itu ketemu, acara
yang hendak kita tonton telah selesai.
Jika sahabat ingin membaca kolom-kolom lainnya, silakan membeli buku pak
Prie GS yang berjudul "Hidup Bukan Hanya Urusan Perut; Kolom-Kolom Edan Prie
GS," itu. Ada banyak di toko-toko online.
Selamat membaca.
0 Comments
Ada pertanyaan atau saran tentang website ini, tulis komentarmu di sini: