Subscribe Us

Lima Untaian Hikmah Ibnu ‘Athaillah Sebagai Renungan Dikala Sempit

Lima Untaian Hikmah Ibnu ‘Athaillah Sebagai Renungan Dikala Sempit


DISKUSIKEHIDUPAN.com – Ibn ‘Athaillah al-Sakandari menulis kitab al Hikam yang berisi untaian-untaian Hikmah. Al Hikam kerap disebut sebagai pusakanya, karena kitab ini memadukan kematangan pengalaman religius dengan keindahan sastrawi sekaligus, dan tampil sebagai panduan efektif bagi para penempuh jalan spiritual –yang dikancah tasawuf dikenal sebagai murid dan salik. Murid berarti orang yang berkehendak memperbaiki hubungannya dengan Allah, dan salik berarti orang yang mencari atau meniti jalan menuju Allah.



Dalam kitab tersebut, terdapat beberapa untaian hikmah yang relevan untuk direnungkan bagi mereka yang merasa sedang dirundung kesempitan. Berikut ini adalah beberapa untaian hikmah itu dalam terjemahan bahasa Indonesia berikut juga dengan ulasannya dari Imam Sibawaih El-Hasany:

BACA JUGA: Belajar Ilmu Parenting dari Kisah Sang Kodok

Dia memberimu kelapangan agar engkau tidak terus menerus berada dalam kesempitan. Sebaliknya, Dia memberimu kesempitan agar tidak terus berada dalam kelapangan. Lalu Dia mengeluarkanmu dari keduanya agar tidak bergantung kepada selain-Nya.

Cematilah sentuhan lembut-Nya padamu. Dia sengaja menghadirkan dua keadaan silih berganti dalam dirimu. Dengan kelapangan dan kesempitan, Allah ingin membuatmu tersadar bahwa ada Dia yang mengatur hidupmu. Sadarilah bahwa pada saat engkau bahagia, Allah hadir dengan sentuhan kelapangan. Ketika engkau sedih, Allah menyentuhmu dengan kesempitan. Ini berkaitan dengan sifat jalaliah dan jamaliah-Nya. Cobalah belajar memahami-Nya, dan janganlah sekadar menjadikan dua keadaan itu sarana menutupi kelemahanmu. Sebab, orang yang cerdas tidak akan menjadikan selain-Nya sebagai pusat perhatian. Tidak peduli tentang lapangan dan sempit, sebab hatinya terikat kepada Sang pemilik. Jangan lalai, sebab banyak hal akan terbengkelai.



BACA JUGA: Belajar Membaca Dari Bung Hatta
Kaum arif lebih khawatir ketika diberi kelapangan daripada ketika diberi kesempitan. Yang bisa menjaga adab pada saat dalam kelapangan hanyalah sedikit.

Jangan memilih bila hatimu belum terlatih. Biarkan Allah memberimu kelapangan, sebagaimana Allah memberimu kesempitan. Meski begitu, engkau dituntut untuk memperbaiki perilakumu dalam setiap keadaan. Berhati-hatilah dengan kelapangan, sebab ia bisa menghancurkanmu. Bukankah saat lapangan (bahagia, sukses, kaya), engkau bisa berbuat apa saja yang engkau mau? Waspadailah kesempitan, karena ia mampu membuatmu terseret pada pengingkaran. Bukankah saat sempit (sedih, gagal, miskin), engkau lebih mudah putus asa? Belajarlah kepada orang-orang yang dikaruniai kearifan. Mereka senantiasa mengambil sikap bijaksana. Kesempitan buat mereka hanyalah “puasa” sesaat untuk membuat diri jernih dan sehat. Sebab, selalu ada saat “berbuka” sampai datangnya “hari raya”.

BACA JUGA: Covid-19 dan Belajar di Rumah; Momentum Menggairahkan Semangat Membaca



Semasa lapang, nafsu bisa mempunyai andil melalui rasa gembira. Sedangkan semasa sempit, nafsu tidak bisa mempunyai andil apa-apa.

Siapa yang tidak tergoda bila semuanya ada? Begitulah, kelapangan (bahagia, sukses, kaya) adalah lahan subur kecenderungan (nafsu). Mereka yang lapang cenderung memanjakan diri dengan segala sesuatu yang diinginkan. Sikap memanjakan diri inilah yang sering kali menjadikan diri berat untuk menempuh perjalanan menuju-Nya. Kewajiban menjadi beban. Beribadah dengan hati gundah. Tentu berbeda bila keadaan kita sempit (sedih, gagal, miskin). Banyak hal yang tertahan, dan menjadi tertutup kemungkinan memanjakan diri. Tidak ada godaan, semua menjadi terpaan. Bagaimana mungkin melakukan yang berlebih, mengemban diri saja sudah letih.



Bisa jadi Dia memberimu (kesenangan dunia) namun menghalangimu (dari taufiq-Nya). Bisa pula Dia menghalangimu (dari kesenangan dunia) namun memberimu (taufik).

Apalah artinya tercukupi segala kebutuhan bila lentera kehidupan justru padam? Ibarat dirimu yang diundang dalam jamuan makan di tempat yang tidak ada cahaya lampu sedikit pun. Yang tersedia banyak, tapi bisakah engkau mengetahui makanan apa yang engkau ambil dan engkau suapkan ke mulutmu? Begitulah pemberian-Nya padamu. Ada saat ketika engkau dikaruniai kecukupan, tapi hidupmu tanpa bimbingan. Tapi ada saat ketika hidupmu dipenuhi bimbingan-Nya, tapi engkau berkekurangan. Bila engkau bercermin dari keadaanmu maka engkau tidak akan mudah mengukur keadaan orang lain. Bersikaplah bijaksana pada diri, engkau tidak akan mudah iri.

BACA JUGA: COVID-19, Dari Candaan, Isu Konspirasi, Hingga Kepanikan Kita



Ketika Dia membukakan pintu pemahaman kepada mu mengapa tidak diberi, maka hal itu merupakan bentuk pemberian.

Pelajarilah setiap tindakan-Nya, engkau akan selalu menemukan kelembutan-Nya. Setiap ketentuan-Nya selalu beriring dengan kebijaksanaan-Nya. Dia menyantunimu dengan mua hal, bahkan pada apa yang bisa jadi engkau anggap sebagai penolakan. Sebab, saat engkau merasakan sepi dari nikmat-Nya, sebenarnya Allah sedang berkehendak membantu ramai dengan hikmah-Nya. Bahkan, dalam kesempitan Allah telah memberimu nikmat kesempatan. Kesempatan untuk tercerah, karena kesadaran berserah. Jadi, apa bedanya? Kesempitan sama artinya dengan kelapangan.



Post a Comment

0 Comments