Dalam proses pelaksanaan Pilkada
langsung, salah satu hal yang patut diperhatikan adalah pendidikan politik bagi
masyarakat. Masyarakat perlu mendapatkan informasi yang lengkap tentang
berbagai hal terkait dengan pilkada, mulai dari keuntungan, kerugian, proses
sampai pada urgensi dan filosofi Pilkada langsung.
Sikap apatis masyarakat yang
selama ini dirasakan harus direspon agar nantinya perta demokrasi langsung yang
akan dilaksanakan di Jepara dapat berjalan dengan baik, sukses dan aman.
Masyarakat harus dimotivasi untuk dapat menggunakan hak pilihnya, karena
pilihan mereka nantilah yang akan menentukan nasib mereka dan daerah kedepan.
Pilkada sebagai proses demokratisasi sangat bergantung pada kultur masyarakat
setempat, sikap apatisme, ketidaktahuan, dan ketidaksiapan masyarakat akan
menghambat proses demokratisasi tersebut. Oleh karena itu masyarakat harus
benar-benar disiapkan dalam menghadapi Pilkada langsung. Ini menjadi penting
untuk dipikir dan diperhatikan karena jika masyarakat tidak siapa, pilkada
langsung hanya akan menjadi boomermang dan malapetaka bagi daerah.
Pendidikan politik dalam rangka
menyiapkan masyarakat harus merambah ke semua level pemilih, mulai dari yang
pemula sampai dengan orang yang telah berulang kali menggunakan hak pilihnya.
Para pemula yang dimaksud disini adalah mereka yang baru pertama kali terdaftar
sebagai pemilih karena pada saat pemilihan nanti mereka telah memenuhi
persyaratan sebagai pemilih. Misalnya karena sudah memenuhi syarat usia, belum
memenuhi syarat usia tapi sudah/pernah kawin, dan adanya perubahan status dari
anggota TNI dan Polri menjadi sipil atau purna tugas. Para pemula harus
mempunyai pengetahuan dan kesadaran yang memadai, mengapa mereka harus
menyalurkan hak politiknya sebagai warna Negara. Pendidikan politik bagi
pemilih pemula karena faktor usia harus dilakukan. Ini menjadi penting karena
penanaman kesadaran dan pendewasaan politik perlu ditumbuhkan sejak dini.
Alasan mengapa mereka perlu memberikan suaranya dalam pemilu jauh lebih penting
ketimbang teknis pencoblosan. Kesadaran semacam ini jauh lebih berbekas dan
mempunyai pengaruh sangat luas dikalangan masyarakat, pemilih pemula mesti
menyadari bahwa pilkada ikut menentukan masa depan mereka, masyarakat dan
daerahnya. Kesalahan dalam pendidikan politik pemula akan berdampak pada
kesadaran dan sikap politik seseorang dikemudian hari. Sikap trauma akan terus
menghantui mereka, akibatnya liberalisasi politik tidak akan dapat lagi
dilakukan dimasa-masa yang akan datang.
Keberhasilan pilkada langsung untuk
kepemimpinan daerah yang demokratis, sesuai kehendak dan tuntutan rakyat sangat
tergantung pada kritisisme, rasionalitas dan kesadaran rakyat sendiri akan
hak-hak politik mereka. Kesadaran rakyat ini akan terbangun dengan pendidikan
politik bagi rakyat. Rakyat jangan dijadikan boneka politik yang hanya
dibutuhkan ketika pemilihan. Kemasan pendidikan politik bagi rakyat bisa
bermacam-macam, mulai dari seminar, diskusi, sosialisasi, ceramah atau dengan
menggunakan berbagai media seperti spanduk, bulletin, pamphlet, majalah dan
sebagainya. Dengan pendidikan politik yang benar, diharapkan masyarakat dapat
siap menghadapi pilkada langsung nanti dan bersama-sama dengan semua pihak
untuk turut serta mensukseskan perhelatan akbar tersebut.
Golput : Antara Pilihan dan Tuntutan Politik
Wacana dan isu untuk golput kian
berkumandang seiring dengan konstelasi perpolitikan yang berkembang. Partai
politik dengan berbagai kepentingannya telah melakukan manuver-manuver politik
yang merugikan rakyat. Manuver politik yang tidak populis itu dapat dilihat
dari kurangnya komitmen dari parpol dalam mensukseskan pilkada langsung kali
ini. Tindakan semacan ini merupakan pembodohan politik bagi masyarakat dan akan
menjadi preseden buruk bagi sejarah konstelasi perpolitikan lokal. Parpol
mestinya lebih mengutamakan kepentingan rakyat dari pada kepentingan partai
apalagi pribadi.
Sebagai warga negara yang baik,
memberikan suaranya atau mempergunakan hak pilihnya dalam pilkada langsung
nanti merupakan keharusan. Rakyat mendiami suatu wilayah negara tertentu dengan
pemerintahan tertentu yang berdaulat, sehingga rakyat harus berpartisipasi di
dalamnya. Meskipun dalam etika politik terkandung unsur tawaran mempergunakan
atau tidak mempergunakan hak pilih adalah pilihan asasi, tetapi memberikan
suaranya jauh lebih bermartabat ketimbang golput. Orang akan lebih dihargai
dengan menentukan pilihan ketimbang tidak menentukan pilihan sama sekali.
Disadari, bahwa semua jenis pilihan mengandung resiko dan konsekuensi, apa pun
bentuk dan jenis pilihan tersebut. Memberikan suaranya jauh lebih terhormat
sebagai warga negara karena ikut berpartisipasi dalam menentukan masa depan
bangsa.
Rakyat haruslah diberikan pemahaman
akan siapa yang akan mereka pilih nantinya, budaya memilih kucing dalam karung
harus dihilangkan. Semestinya sejak awal rakyat harus sudah paham siapa calon
kepala daerah yang akan mereka pilih, bagaimana track record mereka, apa
visi dan misinya, dan bagaimana moral mereka, baik moral dalam beragama maupun
dalam bermasyarakat. Disisi lain, para calon mesti konsekuen memegang janji dan
komitmen di depan rakyat, jangan sampai rakyat hanya dijadikan massa pendukung,
dipuja-puja menjelang Pilkada dan saat pencoblosan tetapi begitu calon telah
meraih singgasana kekuasaan, rakyat dihianati bahkan ditinggalkan sama sekali.
Sikap inkonsistensi semacam ini menjadi pendidikan politik yang buruh bagi
rakyat, sekaligus menurunkan kredibilitas calon dimasa-masa mendatang.
0 Comments
Ada pertanyaan atau saran tentang website ini, tulis komentarmu di sini: